- Home »
- pengertian pengertian »
- agama
Sering terfikir dalam benak kita bahwa berbuat baik itu sukar. Apalagi,
di jaman ini, ketika keburukan sudah semakin massif, dan tersebar hampir
di setiap arena kehidupan. Mulai dari rumah, sekolah, jalan, bahkan
masjid yang seharusnya menjadi pusat amal kebaikan, tak jarang dijadikan
tempat untuk melakukan maksiat.
Mulai dari yang kelas teri, seperti membuang sampah sembarangan, hingga
mengambil sandal atau sepatu yang bukan miliknya. Hingga kejahatan
kelas kakap, seperti ghibah, mengkafirkan kaum muslimin yang tidak
sependapat, hingga oknum-oknum yang sengaja menjadikan masjid sebagai
tempat melakukan maksiat terhadap lawan jenisnya.
Jika kita mau sedikit menengok ke belakang, kepada kehidupan mulia
Rasulullah dan para sahabatnya, kita akan menyimpulkan dan mendapati
banyak contoh, bahwa berbuat baik itu mudah. Bahkan, sangat mudah.
Suatu ketika, Rasulullah mendapat hadiah sorban dari salah satu
sahabatnya. Sang Sahabat, sengaja memberikan sorban karena melihat sang
Nabi yang lama tak berganti sorban. Bukan lantaran miskin, tapi lebih
pada sikap sederhana. Rasul pun menerima sorban itu dengan sumringah.
Sebagai wujud mensyukuri nikmat, sorban itu langsung dikenakan oleh
Rasulullah.
Beginilah cara nabi mengajarkan kepada kita. Sehingga, jika suatu ketika
kita mendapati hadiah mobil dari seorang sahabat, tak ada salahnya jika
kita langsung mengendarainya di depan sahabat tersebut. Insya Allah,
sahabat kita itu akan merasa dihargai lantaran pemberiannya bermanfaat.
Tak berselang lama, datanglah sahabat Rasulullah yang lain. Melihat Sang
Nabi mengenakkan sorban baru, sahabat itu langsung mendekati Manusia
Teladan itu dan menyampaikan bahwa sorban yang dipakai Nabi itu bagus.
Dan ia, ingin memilikinya.
Menakjubkan apa yang dilakukan oleh Rasulullah, meskipun beliau sangat
menyukai sorban yang baru diterima dari sahabatnya itu, ketika ada
sahabat lain yang menghajatkannya, tanpa koma, tanpa berat hati, beliau
langsung memberikan sorban itu kepada sang Sahabat yang menginginkannya.
Sahabat yang memberikan sorban kepada nabi itu, merasa sumringah.
Hadiahnya diterima dengan cinta oleh Nabi, dan dihargai dengan
penghormatan yang penuh. Nabi, yang mendapatkan hadiah sorban dari
sahabatnya, merasa sumringah, karena dengan itu, beliau bisa merasakan
ketulusan yang diberikan oleh Sahabat beliau. Sahabat yang kemudian
memakai sorban itu, sebagai pemberian dari Nabi, pun tak kalah
sumringahnya. Ia memakai sorban itu dengan berlimpah syukur, karena
memakai sorban yang baru saja dikenakan oleh orang paling mulia di jagat
raya ini.
Ketiganya sumringah. Merasakan manisnya ukhuwah. Dan semakin mencintai lantaran berbagi hadiah kepada sesamanya
Berselang lama, setelah membaca cerita sorban itu, sebut saja pemuda
kurus fisik namun gemuk cita-citanya, Fulan. Sekitar sebulan yang lalu,
ia mendapat hadiah baju batik bergambar klub sepak bola kesayangannya
asal Stamford. Diterimalah hadiah itu dengan hati berbunga. Dirawat baju
itu dengan sepenuh hati.
Suatu ketika, ia berangkat ke tempat kerja dengan mengenakan batik
berwarna hitam bercampur logo merah itu. Kerja ditunaikan dengan
cemerlang, hinga tibalah waktu pulang. Bel berbunyi. Dipakailah batik
itu untuk perjalanan pulang. Di pos keamanan tempatnya mencari nafkah,
terdapatlah sahabat Fulan. Sahabat itu berujar tulus, “Batiknya bagus,
Ful.” Mendengar komentar sahabatnya itu, Fulan langsung teringat dengan
kisah Sorban Nabi. Berselang detik, langsung dijawab pertanyaan
sahabatnya, dengan sepenuh cinta, “Iya, Alhamdulillah. Kamu mau?”
tanyanya, langsung menawarkan.
Sahabatnya ini nampak sumringah, seperti ikan yang tengah diberi umpan. “Kalau dikasih ya gak boleh nolaklah. Pamali
kalau nolak rejeki, hehe,” candanya. Dengan senyum simpul, si Fulan
kemudian melepas batiknya itu, untuk diberikan kepada sahabatnya.
Dalam kesempatan yang berbeda, ia bertemu dengan sahabatnya yang lain. Degan setiing
yang sama, namun jenis baju yang berbeda. Seperti terulang, dengan
dialog yang hampir mirip. Hingga akhirnya, si Fulan kembali
menghadiahkan baju yang tengah ia kenakan kepada sahabatnya. Atas nama
persahabatan, dengan semangat meneladani sunnah Nabi.
Bukankah Nabi juga pernah berpesan bahwa menyingkirkan duri dari jalan
adalah ibadah dan merupakan pertengahan keimanan? Andai, duri kita
ibaratkan sebagai sampah, maka saat ini, banyak sekali proyek kebaikan
yang bisa kita kerjakan. Bukan sekedar menjadi pemulung, tapi juga bisa
menjadi pemulung kebaikan. Bermula dari diri sendiri, membuang sampah
pada tempatnya. Dan, jika sempat, ambillah setiap sampah yang kita temui
di jalan, dan masukkan ia ke tempat sampahnya.
Maka, merasa susah berbuat baik hanya terjadi bagi mereka yang malas
dan enggan belajar. Karena sejatinya, berbuat baik itu mudah. Bahkan,
sangat mudah. Asalkan tahu ilmu dan ada semangat untuk melakukannya
Posting Komentar